Selamat Datang. Terima Kasih telah mengunjungi blog ini.

Saturday 12 July 2014

Tanpa Yesus, Aku Tidak Bisa Apa-Apa

Seri Kesaksian Atlet
Kaka
Setelah terbaring di atas ranjang selama 2 bulan karena patah leher, Ricardo Izecson dos Santos Leite yang berusia 18 tahun menyusun sebuah daftar berisi 10 impiannya. Ia membuat daftar itu sekalipun ia sendiri tidak yakin akan dapat bermain sepakbola lagi setelah tulang lehernya patah akibat jatuh dari sebuah papan seluncur air.

Impiannya terdengar mustahil bahkan bagi seorang anak muda yang besar di tengah negara yang menggilai bola seperti Brasil, mengingat saat itu ia harus menjalani sebuah program medis untuk mendorong pertumbuhan fisiknya. Daftar yang ia tulis dimulai dengan “Kembali bermain sepakbola” dan meningkat hingga “Bermain di Piala Dunia” dan “Pindah ke klub besar di Italia atau Jerman”.


Pada Januari 2011, sekitar dua minggu setelah kembali ke lapangan hijau, anak muda ini dipanggil untuk memperkuat tim profesional São Paulo. Tanggal 7 Maret, dengan 10 menit tersisa, ia masuk sebagai pemain pengganti dalam pertandingan final kejuaraan Rio-São Paulo yang bergengsi. São Paulo sedang tertinggal 1-0 dari Botafogo, lalu si pemain tengah itu menerima sebuah umpan lambung, mengangkatnya melewati seorang pemain belakang dan menembak bolanya dengan rendah di bawah penjaga gawang lawan yang maju menghadang. Dua menit kemudian, ia berhasil lagi membobol gawang lawan dengan tembakan rendah yang keras. Reporter TV berteriak, “Goooooooooooooool!” dan São Paulo berhasil merebut piala kejuaraan itu.

Publik Brasil pun mengenal Kaká. (Nama julukan itu, dibaca Ka-kah’, diberikan oleh sang kakak yang tidak dapat menyebut nama lengkapnya.) Kaká langsung memperoleh tempat di tim inti São Paulo dan dalam waktu dua tahun saja ia telah menggapai seluruh impiannya, termasuk bermain untuk tim nasional Brasil yang menjuarai Piala Dunia di Jepang. Pada tahun 2007, Kaká mencapai puncak prestasinya dalam kancah sepakbola dunia dengan merebut penghargaan tertinggi bagi seorang pesepakbola: Pemain Terbaik Dunia versi FIFPro, penghargaan Ballon d’Or sebagai pemain terbaik Eropa, dan Pemain Terbaik Dunia dari FIFA. 

“Aku telah begitu diberkati dengan keberhasilan—Piala Dunia 2002, anugerah Bola Emas dari FIFA tahun 2007, banyak kejuaraan dan penghargaan. Sepertinya aku sudah punya segalanya. Karena kekayaan dan ketenaranku, ada yang bertanya mengapa atau apakah aku masih membutuhkan Yesus,” kata Kaká. “Jawabannya sederhana: Aku butuh Yesus setiap hari dalam hidupku. Firman-Nya, Alkitab, memberitahuku bahwa tanpa Dia, aku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku benar-benar percaya akan hal itu. Kesanggupanku untuk bermain sepakbola dan semua yang telah kucapai dari hal itu merupakan anugerah Tuhan. Dia telah memberiku talenta untuk digunakan bagi-Nya, dan aku berusaha mengembangkannya setiap hari.”

Kaká telah menjadi seorang Kristen sejak kecil. Pengajaran Alkitab dari orangtuanya menjadi bekal yang sangat penting baginya dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Pengalaman baptisan pada usia 12 tahun merupakan tonggak penting bagi Kaká, sekaligus menjadi salah satu peristiwa yang sangat mempengaruhi kehidupan imannya yang saat itu masih baru. “Berangsur-angsur, aku tidak lagi hanya mendengar orang berbicara tentang Yesus yang diajarkan orangtuaku,” katanya. “Tiba saatnya aku ingin mengalami sendiri kehidupanku bersama Tuhan.”

Memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan membuat Kaká bertumbuh memiliki iman yang autentik. Ia tak hanya menunjukkan identitasnya sebagai pengikut Kristus di gereja, tetapi juga di dalam semua aspek hidupnya – termasuk di lapangan sepakbola. “Aku percaya bahwa mengejar yang terbaik dengan kemampuan yang telah diberikan-Nya bagiku, akan membawa kemuliaan bagi nama-Nya,” tutur Kaká. “Allah tidak mau pengikut-Nya hidup suam-suam kuku; Dia mau yang terbaik dari kita. Alkitab mengatakan dalam 1 Korintus 10:31 ‘Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.’ Motivasiku untuk memenangi pertandingan datang dari kerinduan untuk melakukan yang terbaik bagi Allah Penciptaku.”

Prestasi Kaká di lapangan telah membawanya menjadi perhatian dunia. Tetapi bagaimana dengan hidupnya di luar lapangan? Reputasi dirinya ternyata menarik perhatian luas di kalangan bintang olahraga internasional. Kaká membangun hubungan yang hangat dengan pers dan para penggemarnya, sambil tetap menghindari godaan untuk terlibat dalam dunia hiburan malam dan kejaran paparazzi. Sebagaimana sebelum ia tenar, keluarga dan imannya menjadi jangkar yang mengokohkan hidupnya. Ia juga bukan seorang playboy seperti kebanyakan bintang olahraga lainnya. 

Kaká dan istrinya, Caroline, dikenal menikah ketika masih perawan dan secara terbuka mengungkapkannya kepada pers.
“Itu merupakan salah satu tantangan terbesar dalam hidupku karena kami membuat keputusan yang tidak mudah,” kata Kaká. “Kami mengambil banyak waktu untuk berdoa dan hidup dekat dengan Tuhan Yesus dan Roh Kudus. Sungguh besar tantangan itu, tetapi menunggu adalah keputusan yang baik. Seks adalah berkat yang luar biasa dari Allah untuk dinikmati suami-istri dalam pernikahan, dan itu bukan hal yang seharusnya dianggap remeh atau sepele seperti yang menjadi pandangan banyak orang sekarang ini.”

Kaká juga terkenal sebagai orang yang dermawan. Tidak hanya memberi untuk pelayanan gereja lokalnya di Brasil, ia juga menjadi duta bagi PBB untuk melawan masalah kelaparan di dunia. “Aku berutang banyak kepada sepakbola. Sekarang aku mau meneruskan berkat itu dan memberi harapan kepada anak-anak yang kelaparan dan kurang beruntung,” katanya. “Aku harap pengalamanku dapat mengilhami anak-anak yang kelaparan itu untuk percaya bahwa mereka dapat mengatasi rintangan yang ada dan hidup dengan normal,” demikian kata Kaká tentang perannya sebagai duta PBB untuk membantu anak-anak yang kelaparan. Kaká berharap akan menjadi seorang pendeta setelah ia pensiun dari sepakbola.

“Kaká tidak pernah berubah,” ujar Marcelo Saragosa, sahabat karibnya sejak kecil dan juga seorang pemain sepakbola profesional. “Ia selalu menjadi orang yang sederhana, sama seperti ketika aku mengenalnya 10 atau 12 tahun yang lalu.”
Kebanyakan media menghormati iman yang Kaká anut dan memuji sikap sportif yang ditunjukkannya. Konsistensi dan kebaikan hati Kaká yang sejalan dengan permainannya yang luar biasa membuat orang sulit berkata yang lain. Namun, ketika ada orang yang menganggap gaya hidup seperti itu membosankan, Kaká membalasnya dengan mengatakan bahwa hidup mengikut Kristus memang suatu hal yang radikal. Sembari terus mengejar impiannya, Kaká tidak ragu mengatakan bahwa segala yang dilakukannya adalah demi Yesus.

“Hari ini, aku mempunyai pelayanan melalui olahraga, tetapi aku bermain karena diberi karunia dari Allah,” kata Kaká. “Aku bermain karena Dia telah menyempurnakan karunia yang diberikan-Nya dalam hidupku. Yesus berkata, ‘di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa’ dan aku mempercayainya.”
Catatan:
Jeremy V. Jones menulis biografi tentang Kaká, Toward the Goal: The Kaká Story (Mengejar Mimpi: Kisah Hidup Kaká), yang diterbitkan oleh Zonderkidz.

:) Untuk direnungkan

1. Apa yang menjadi motivasi terbesarmu untuk terus melakukan yang terbaik dalam hidup ini?
2. Bagaimana imanmu dalam Kristus mempengaruhi aspek-aspek kehidupanmu yang lain?

No comments:

Post a Comment