Seri Kesaksian Atlet
Setelah terbaring di atas ranjang selama 2 bulan karena patah leher,
Ricardo Izecson dos Santos Leite yang berusia 18 tahun menyusun sebuah
daftar berisi 10 impiannya. Ia membuat daftar itu sekalipun ia sendiri
tidak yakin akan dapat bermain sepakbola lagi setelah tulang lehernya
patah akibat jatuh dari sebuah papan seluncur air.
Impiannya terdengar mustahil bahkan bagi seorang anak muda yang besar
di tengah negara yang menggilai bola seperti Brasil, mengingat saat itu
ia harus menjalani sebuah program medis untuk mendorong pertumbuhan
fisiknya. Daftar yang ia tulis dimulai dengan “Kembali bermain
sepakbola” dan meningkat hingga “Bermain di Piala Dunia” dan “Pindah ke
klub besar di Italia atau Jerman”.
Pada Januari 2011, sekitar dua minggu setelah kembali ke lapangan
hijau, anak muda ini dipanggil untuk memperkuat tim profesional São
Paulo. Tanggal 7 Maret, dengan 10 menit tersisa, ia masuk sebagai pemain
pengganti dalam pertandingan final kejuaraan Rio-São Paulo yang
bergengsi. São Paulo sedang tertinggal 1-0 dari Botafogo, lalu si pemain
tengah itu menerima sebuah umpan lambung, mengangkatnya melewati
seorang pemain belakang dan menembak bolanya dengan rendah di bawah
penjaga gawang lawan yang maju menghadang. Dua menit kemudian, ia
berhasil lagi membobol gawang lawan dengan tembakan rendah yang keras.
Reporter TV berteriak, “Goooooooooooooool!” dan São Paulo berhasil
merebut piala kejuaraan itu.
Publik Brasil pun mengenal Kaká. (Nama julukan itu, dibaca Ka-kah’, diberikan oleh sang kakak yang tidak dapat menyebut nama lengkapnya.) Kaká langsung memperoleh tempat di tim inti São Paulo dan dalam waktu dua tahun saja ia telah menggapai seluruh impiannya, termasuk bermain untuk tim nasional Brasil yang menjuarai Piala Dunia di Jepang. Pada tahun 2007, Kaká mencapai puncak prestasinya dalam kancah sepakbola dunia dengan merebut penghargaan tertinggi bagi seorang pesepakbola: Pemain Terbaik Dunia versi FIFPro, penghargaan Ballon d’Or sebagai pemain terbaik Eropa, dan Pemain Terbaik Dunia dari FIFA.
“Aku telah begitu diberkati dengan keberhasilan—Piala Dunia 2002, anugerah Bola Emas dari FIFA tahun 2007, banyak kejuaraan dan penghargaan. Sepertinya aku sudah punya segalanya. Karena kekayaan dan ketenaranku, ada yang bertanya mengapa atau apakah aku masih membutuhkan Yesus,” kata Kaká. “Jawabannya sederhana: Aku butuh Yesus setiap hari dalam hidupku. Firman-Nya, Alkitab, memberitahuku bahwa tanpa Dia, aku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku benar-benar percaya akan hal itu. Kesanggupanku untuk bermain sepakbola dan semua yang telah kucapai dari hal itu merupakan anugerah Tuhan. Dia telah memberiku talenta untuk digunakan bagi-Nya, dan aku berusaha mengembangkannya setiap hari.”
Kaká telah menjadi seorang Kristen sejak kecil. Pengajaran Alkitab dari orangtuanya menjadi bekal yang sangat penting baginya dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Pengalaman baptisan pada usia 12 tahun merupakan tonggak penting bagi Kaká, sekaligus menjadi salah satu peristiwa yang sangat mempengaruhi kehidupan imannya yang saat itu masih baru. “Berangsur-angsur, aku tidak lagi hanya mendengar orang berbicara tentang Yesus yang diajarkan orangtuaku,” katanya. “Tiba saatnya aku ingin mengalami sendiri kehidupanku bersama Tuhan.”
Memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan membuat Kaká bertumbuh memiliki iman yang autentik. Ia tak hanya menunjukkan identitasnya sebagai pengikut Kristus di gereja, tetapi juga di dalam semua aspek hidupnya – termasuk di lapangan sepakbola. “Aku percaya bahwa mengejar yang terbaik dengan kemampuan yang telah diberikan-Nya bagiku, akan membawa kemuliaan bagi nama-Nya,” tutur Kaká. “Allah tidak mau pengikut-Nya hidup suam-suam kuku; Dia mau yang terbaik dari kita. Alkitab mengatakan dalam 1 Korintus 10:31 ‘Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.’ Motivasiku untuk memenangi pertandingan datang dari kerinduan untuk melakukan yang terbaik bagi Allah Penciptaku.”
Prestasi Kaká di lapangan telah membawanya menjadi perhatian dunia.
Tetapi bagaimana dengan hidupnya di luar lapangan? Reputasi dirinya
ternyata menarik perhatian luas di kalangan bintang olahraga
internasional. Kaká membangun hubungan yang hangat dengan pers dan para
penggemarnya, sambil tetap menghindari godaan untuk terlibat dalam dunia
hiburan malam dan kejaran paparazzi. Sebagaimana sebelum ia tenar,
keluarga dan imannya menjadi jangkar yang mengokohkan hidupnya. Ia juga
bukan seorang playboy seperti kebanyakan bintang olahraga
lainnya.
Kaká dan istrinya, Caroline, dikenal menikah ketika masih perawan dan secara terbuka mengungkapkannya kepada pers.
“Itu merupakan salah satu tantangan terbesar dalam hidupku karena
kami membuat keputusan yang tidak mudah,” kata Kaká. “Kami mengambil
banyak waktu untuk berdoa dan hidup dekat dengan Tuhan Yesus dan Roh
Kudus. Sungguh besar tantangan itu, tetapi menunggu adalah keputusan
yang baik. Seks adalah berkat yang luar biasa dari Allah untuk dinikmati
suami-istri dalam pernikahan, dan itu bukan hal yang seharusnya
dianggap remeh atau sepele seperti yang menjadi pandangan banyak orang
sekarang ini.”
Kaká juga terkenal sebagai orang yang dermawan. Tidak hanya memberi untuk pelayanan gereja lokalnya di Brasil, ia juga menjadi duta bagi PBB untuk melawan masalah kelaparan di dunia. “Aku berutang banyak kepada sepakbola. Sekarang aku mau meneruskan berkat itu dan memberi harapan kepada anak-anak yang kelaparan dan kurang beruntung,” katanya. “Aku harap pengalamanku dapat mengilhami anak-anak yang kelaparan itu untuk percaya bahwa mereka dapat mengatasi rintangan yang ada dan hidup dengan normal,” demikian kata Kaká tentang perannya sebagai duta PBB untuk membantu anak-anak yang kelaparan. Kaká berharap akan menjadi seorang pendeta setelah ia pensiun dari sepakbola.
“Kaká tidak pernah berubah,” ujar Marcelo Saragosa, sahabat karibnya
sejak kecil dan juga seorang pemain sepakbola profesional. “Ia selalu
menjadi orang yang sederhana, sama seperti ketika aku mengenalnya 10
atau 12 tahun yang lalu.”
Kebanyakan media menghormati iman yang Kaká anut dan memuji sikap
sportif yang ditunjukkannya. Konsistensi dan kebaikan hati Kaká yang
sejalan dengan permainannya yang luar biasa membuat orang sulit berkata
yang lain. Namun, ketika ada orang yang menganggap gaya hidup seperti
itu membosankan, Kaká membalasnya dengan mengatakan bahwa hidup mengikut
Kristus memang suatu hal yang radikal. Sembari terus mengejar impiannya, Kaká tidak ragu mengatakan bahwa segala yang dilakukannya adalah demi Yesus.
“Hari ini, aku mempunyai pelayanan melalui olahraga, tetapi aku bermain karena diberi karunia dari Allah,” kata Kaká. “Aku bermain karena Dia telah menyempurnakan karunia yang diberikan-Nya dalam hidupku. Yesus berkata, ‘di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa’ dan aku mempercayainya.”
Catatan:
Jeremy V. Jones menulis biografi tentang Kaká, Toward the Goal: The Kaká Story (Mengejar Mimpi: Kisah Hidup Kaká), yang diterbitkan oleh Zonderkidz.
Jeremy V. Jones menulis biografi tentang Kaká, Toward the Goal: The Kaká Story (Mengejar Mimpi: Kisah Hidup Kaká), yang diterbitkan oleh Zonderkidz.
Untuk direnungkan
1. Apa yang menjadi motivasi terbesarmu untuk terus melakukan yang terbaik dalam hidup ini?2. Bagaimana imanmu dalam Kristus mempengaruhi aspek-aspek kehidupanmu yang lain?
No comments:
Post a Comment